KORPOLAIRUD tidak hanya diperingati begitu saja tanpa dasar yang jelas, tentu terbentuknya KORPOLAIRUD memiliki latar belakang, kisah dan sejarah berharga yang patut kita ketahui, kita hargai dan kita hormati.
Foto : Pembentukan DITPOLAIR BAHARKAM POLRI
Pada masa revolusi kemerdekaan, pemerintah berupaya untuk membentuk Polisi Perairan pada tahun 1948 di Pelabuhan Tuban, Jawa Timur. Namun, usaha tersebut gagal dikarenakan adanya Agresi Militer Belanda II pada akhir tahun 1948 dan mendaratnya kembali Belanda di Pantai Glondong, Tuban. Oleh karena itu, pembentukan Polisi Perairan bisa dilaksanakan pada tahun 1950, setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949 di Den Haag, Belanda. Kepala Kepolisian Negara (KKN) R.S. Soekanto telah menunjuk Kombes Pol R.P. Soedarsono sebagai Kepala Bagian Polair pertama Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 4/2/3/um tanggal 14 Maret 1951 ditetapkan Kepolisian Perairan sebagai bagian dari Djawatan Kepolisian Negara terhitung mulai 1950.
Konfrensi Meja Bundar Tahun 1949
Terdorong dari kesulitan-kesulitan yang sering timbul dikarenakan kondisi geografis wilayah Nusantara maka dibentuklah Polisi Udara dengan SK Perdana Menteri Nomor. : 510.PM/1956 tanggal 5 Desember 1956, maka resmilah tanggal 1 Desember 1956 nama bagian Polisi Perairan dan Polisi Udara, kemudian perkembangan selanjutnya diperbaharui SK Perdana Menteri No. 81/P.M./1957 tanggal 23 Pebruari 1957. Ketika seksi udara pertama dibentuk, Seksi Udara hanya beranggotakan Koetardjo Sigit, Kapten Hasan, Inspektur Hengki, dan 6 kader Polisi yang dilatih untuk menjadi tenaga penerbang dan instruktur yang didatangkan dari Amerika (sebagai Chief Pilot dan Technisi). Selanjutnya disebut Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Korps Airud) yang dipimpin oleh Brigjen Pol Drs. Widodo Budidarmo, pada tahun 1965 Korps Airud juga berpartisipasi dalam operasi militer seperti Operasi Trikora dan Dwikora.
Pada tahun 1958, DKN mengalami reorganisasi bedasarkan PP no. 57 tahun 1958 sehingga, bagian Polairud menjadi Dinas Perairan dan Udara yang dibawah Direktorat III. Dinas Polairud dibagi menjadi dua seksi yaitu: Seksi Air yang dipimpin oleh Komisaris Polisi II Soetarjo Kartadihardja dan Seksi Udara yang dipimpin oleh Komisaris Polisi I Drs. Harsono. Kemudian, Polair pertama kali berkantor di Mabes Polri (Gedung Kapolri) dan pesawat Poludara berpangkal di Lapangan Udara Kemayoran, Seiring dengan perkembangan kantor Polair dipindah ke Tanjung Priok mengingat kapal-kapal Polair bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok. Polair juga menambah beberapa unit kapal seperti 2 unit kapal tipe Coaster (DKN-501 dan DKN-502) dari Jepang pada 1957 yang dipimpin oleh Iptu Hari Hardjatno. Pada tahun 1959, Polair mendapatkan kapal tipe Landing Ship Medium (DKN-801) yang didampingi oleh Kapten (Mar) Jeanes (WN Amerika Serikat) diambil langsung dari Amerika Serikat oleh Roestam Effendi dari Jacson Field, Florida dan berlayar ke Indonesia dengan rute sebagai berikut : Jacson Field, Selat Kuba, Kanal Panama, Hawaii,Honolulu, Guam, dan tiba di Jakarta pada akhir 1959.
Pada tahun 1961 dengan adanya UU No. 13 tahun 1961 tentang UU Pokok Kepolisian Negara, maka struktur organisasi Polri secara otomatis berubah. Oleh karena itu, Dinas Perairan dan Udara berubah menjadi Korps Airud yang berada dibawah Asisten I Menteri KKN bedasarkan Peraturan Menteri KKN No.7/Prt/M.K./1961 tanggal 31 Desember 1961 tentang susunan Departemen Kepolisian (DEPAK) dan Skep Menteri KKN No.Pol. 14/7/62/M.K.K.N tanggal 16 Januari 1962 tentang penunjukan para pejabat utama di lingkungan DEPAK, termasuk Korps Airud dengan ditunjuknya KBP R.Hartono sebagai Panglima Korps Airud sesuai dengan Skep yang dimaksud. Pada Maret 1964, Korps Airud dipimpin oleh AKBP Drs. Widodo Budidarmo.
Pada tahun1965, Korps Airud mengalami perubahan kembali menjadi Direktorat Perairan dan Udara yang dipimpin oleh seorang Direktur bedasarkan Skep MEN/PANGAK No.Pol. 11/SK/MK/1964 tanggal 25 Oktober 1964 tentang perubahan struktur organisasi DEPAK. Namun, hanya berlangsung selama 1 tahun dan kembali menjadi Korps Airud.
Pada tahun 1976, terjadilah reorganisasi Polri bedasarkan SK Menhankam No.15/1976 pada 1976.SK tersebut berdampak pada organisasi Korps Airud sehingga, Korps Airud dilikuidasi pada tahun 1977 bedasarkan Skep Kapolri No.Skep/53/VII/1977, No.Skep/54/VII/1977, dan No.Skep/55/VII/1977. Adapun hasil dari likuidasi Korps Airud :
- Satuan Utama Polisi Perairan (Sattama Polair) yang dipimpin oleh Kolonel Pol Hamdan Mansyur;
- Satuan Utama Udara (Sattama Poludara) yang dipimpin oleh Kolonel Pol Tono Amboro;
- Pusat senjata (Pussen) yang merupakan pusat pendidikan Polairud yang berada dibawah Kobangdiklat Polri dipimpin oleh Kolonel Pol Hari Hardjatno;
- Satuan Polairud Daerah Angkatan Kepolisian ( Sat Polairud Dak) yang berada dibahwa Kodak ( sekarang Polda) baik secara administratif maupun operasional.
Kemudian, Airud juga berkembang pesat dengan adanya sub-sub pangkalan diluar Tanjung Priok, Jakarta dan pengadaan pesawat serta Kapal tipe 500 dan 900. Pada saat Polri berada dibawah Menhankam/Pangab, Polri menjadi bagian doktrin ABRI yaitu “Catur Dharma Eka Karma” hingga reformasi.Namun, Korps Airud menjadi Satuan Utama Polair (Sattama Polair) dan Satuan Utama Udara (Sattama Udara) dibawah Komando Samapta (Komapta). Kemudian, Komapta berubah menjadi Direktorat Samapta (Dit Samapta) dan Sattama Polair dan Udara berubah menjadi Subdit Polair dan Subdit Poludara hingga Tahun 2000.
Pada masa reformasi melalui TAP MPR No: TAP/VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan Polri dan TAP/VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan Polri, Dengan adanya pemisahan Polri dari ABRI sejak saat itu juga melakukan reorganisasi di dalam tubuh Polri terutama Dit Samapta Polri dan Subdit-subditnya.
Sehingga pada tahun 2000, Subdit Polair dan Subdit Poludara kembali dipersatukan menjadi Direktorat Polairud yang dipimpin oleh Brigjen Pol Drs.F.X.Soemardi SH. kemudian, Kapolri mengeluarkan SK No. Skep/9/V/2001 tanggal 25 Mei 2001 yang mengatur bahwa Dit Polairud dibawah koordinasi Deops Kapolri yang membawahi Subdit Polair dan Subdit Poludara. Namun, penggabungan tersebut tidak berlangsung lama setelah Kapolri kembali mengeluarkan SK No: Skep/53/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 yang memisahkan kembali Polair dan Poludara. Sehingga, terbentuklah Dit Polair dan Dit Poludara yang masing-masing dipimpin oleh seorang Brigjen Polisi dan berada dibawah Babinkam Polri.
Pada tanggal 14 September 2010, Kapolri mengeluarkan peraturan Kapolri No.21 tahun 2010 tentang Struktur Organisasi Tata Kerja pada tingkat Mabes Polri. Seiring dengan perubahan organisasi, Babinkam Polri berubah menjadi Badan Pemeliharaan dan Keamanan Polri (BAHARKAM POLRI). Oleh karena itu, Ditpolair berubah menjadi Ditpolair Baharkam Polri dan Ditpoludara berubah menjadi Ditpoludara Baharkam Polri.
Pada tahun 2017, berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia, kembali Ditpolair dan Ditpoludara mengalami perubahan organisasi, yang semula dibawah langsung Baharkam Polri sekarang menjadi menjadi di bawah Korpolairud (Korps Kepolisian Perairan dan Udara) Baharkam Polri, dimana Korpolairud Baharkam Polri merupakan unsur pelaksana utama yang berada dibawah Kabaharkam Polri yang dipimpin oleh Kakorpolairud dan bertanggung jawab kepada Kabaharkam Polri, serta membawahi dua Direktorat yaitu Direktorat Kepolisian Perairan dan Direktorat Kepolisian Udara.
Demikian sejarah Korps Kepolisian Perairan dan Udara Republik Indonesia, sejarah tersebut admin kopas langsung dari laman
KORPOLAIRUD_news.(
Admindes)